Gender Awareness Campaign: Mencegah Tindak Kekerasan (Bullying) untuk Siswa SMP

Published by

on

ditulis oleh Annisa Cahyani Daeng Mafata, Chaterine Rosalia, Devi Putri Ardyaristi, Ika Nurin Nahdiyah, Salsabila Putri Ramadhani

Surabaya, 24 November 2023Bullying atau perundungan merupakan perilaku agresif seseorang dalam menyakiti orang lain baik fisik ataupun psikisnya berbentuk kekerasan verbal, psikologis, rasial, seksual, sosial atau fisik secara terus menerus. Menurut Hazler 1996, tindak kekerasan bullying dapat terjadi pada semua tingkat usia, namun puncak paling rentan terjadi pada masa kanak-kanak akhir sampai pertengahan remaja, yaitu pada usia 9-15 tahun. Data komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2023, persentase kasus bullying di kategori siswa kelas 8 SMP pada siswa laki-laki mencapai 32,22%, hal tersebut merupakan tingkat tertinggi di antara kategori kelas maupun gender. Kemudian, kasus bullying pada siswa perempuan sebesar 19,97%, dan kasus se-Indonesia sebanyak 26,32%2023 (Wiryono & Santosa, 2023).

After Movie “Gender Awareness Campaign: Mencegah Tindak Kekerasan (Bullying) untuk Siswa SMP”

Berdasarkan data penelitian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa tindak kekerasan bullying yang terjadi di lingkungan SMP salah satunya didasari oleh faktor jenis kelamin. Salah satu contoh yang terjadi adalah seperti yang dijelaskan oleh Kusumawati (2007), bahwa anak lakilaki cenderung bergaul secara fisik seperti main bola sementara itu anak-anak perempuan berkumpul dan bercakapcakap. Hal tersebut kemudian berkembang menjadi standar yang dianggap sebagai fase yang harus dilalui masing-masing gender. Oleh karena itu, penulis menganggap bahwa perlu diadakannya penyelarasan definisi gender yang mampu meluruskan stereotip atau konstruksi sosial masyarakat yang berkembang di lingkungan sekolah. Maka penulis mengusung proyek sosialisasi dengan judul Gender Awareness Campaign:Membangun Kesadaran Gender Untuk Mencegah Tindak Kekerasan Bullying Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. Penulis mengangkat topik permasalahan ini dengan dasar indikator SDGs nomor 5 yaitu mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. Sehubung dengan indikator SDGs nomor 5, penulis menargetkan tujuan untuk menyamakan presepsi tentang peran yang dimiliki perempuan dan laki-laki yang berkembang dalam masyarakat, serta mengakhiri segala bentuk diskriminasi dan kekerasan bullying yang kerap terjadi karena stereotip gender di lingkungan sekolah 

Hasil sosialisasi ini mencakup pencapaian positif dalam pemahaman dan penerimaan konsep kesetaraan gender. Melalui interaktifitas sesi, siswa-siswi SMP berhasil meningkatkan pemahaman mereka terhadap peran gender, mengenali stereotip, dan memahami pentingnya inklusivitas. Respons positif juga terlihat dari pihak sekolah, yang merasa bahwa pendekatan ini memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sosial dan emosional anak-anak mereka.Psikolog memberikan wawasan mendalam tentang dampak sosial dan psikologis dari norma gender yang dapat membatasi potensi individu. Para peserta juga diajak berpartisipasi dalam diskusi terbuka untuk membangun pemahaman kolektif tentang peran masing-masing dalam menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung kesetaraan. Hasilnya, terlihat peningkatan kesadaran dan penerimaan terhadap perbedaan gender, menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan mendukung. Dengan demikian, proyek ini berhasil mencapai tujuan utamanya dalam membentuk generasi muda yang lebih sadar dan mendukung kesetaraan gender. 

Pelaksanaan proyek ini dilakukan pada Jumat, 24 November 2023 berlokasi di SMPN 6 Surabaya yang beralamat di Jl. Jawa No.24, Gubeng, Kec. Gubeng, Surabaya, Jawa Timur. Penulis bekerja sama dengan Psikolog Puskesmas Tenggilis yaitu ibu Adelia Eka Lauditta, S.Psi. sebagai pengisi acara dan narasumber. Sasaran dari proyek ini adalah siswa-siswi Kelas 7 SMPN 6 Surabaya sebanyak 31 orang. Melalui proyek sosialisasi ini, penulis berharap para pemangku kebijakan mampu menciptakan pendekatan terhadap pengarusutamaan gender yang dapat diimplementasikan melalui sektor pendidikan. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk mengatasi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan yang dimulai dari anak usia dini. Penulis menilai bahwa isu gender sangat tabu dibahas di masyarakat terutama lingkungan sekolah, sebab memasukkan perspektif gender ke dalam kebijakan sekolah bukan perkara yang mudah. Namun dengan menciptakan ruang belajar yang berasaskan kesetaraan gender, sedikit banyaknya mampu mengatasi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan, maka dapat berdampak pada pengurangan kasus bullying di sekolah, hingga realisasi tujuan pembangunan berkelanjutan nomor 5 yaitu mencapai kesetaraan gender.

Referensi

Hazler, R. . (1996). Breaking the Cycle of Violence: Interventions for Bullying and Victimization

Wiryono, S., & Santosa, B. (2023). KPAI: Dunia Pendidikan Sedang Alami Darurat Kekerasan karena Maraknya Aksi “Bullying. https://nasional.kompas.com/read/2023/10/06/08455131/kpai-dunia-pendidikan-sedangalami-darurat-kekerasan-karena-maraknya-aksi  

<object class="wp-block-file__embed" data="https://handaruan.com/wp-content/uploads/2024/01/sdgs-kelompok-2.pdf&quot; type="application/pdf" style="width:100%;height:600px" aria-label="Social Projects SGDs "Gender Awareness Campaign:<em> Mencegah Tindak Kekerasan (Bullying) untuk Siswa SMPSocial Projects SGDs “Gender Awareness Campaign: Mencegah Tindak Kekerasan (Bullying) untuk Siswa SMPDownload

Tags: HandaruanxLABIRIN, Social Projects, SGDs

Leave a comment